WELCOME TO INDONESIAN MOSLEM STUDENT REGIONAL OF BANTEN
 

SLOGAN PEMBEBASAN DAN DOA PADA HARI RAYA
“MINAL AIDIN WAL FAIZIN”
 Ahmad Fauzi Chan

Sobat Pena Muda, setelah sebulan penuh kita berperang melawan hawa nafsu, menjaga dan menjalankan amalan-amalan baik, Alhamdulillah hari-hari kemarin telah datang saat yang dinantikan oleh kaum muslimin dan muslimat sedunia “Hari Kemenangan” hari yang penuh suka cita, karena pada hari itu kita kembali disucikan dari dosa-dosa yang selama ini kita lakukan. Hari nan fitri dengan slogan pembebasannya: “Minal Aidin Walfaizin”.

Sudahkah kita perjuangkan kesucian ini?
Dan cukup layakkah kita menjadi pemenang di hari itu?
Gema takbir dengan perasaan suka cita kembali dikumandangkan pada tahun ini oleh kaum muslimin dan muslimat di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Meskipun di belahan bumi sana terdapat juga saudara kita yang belum merasakan kebebasan dan perdamaian. Namun, apapun realita yang terjadi saat ini kaum muslimin merasakan EUPHORIA kemenangan setelah menunggu satu tahun dan melaksanakan ujian selama satu bulan pada Ramadhan kemarin. Hari spesial yang sangat kita nantikan, saat sanak keluarga yang lama tak berkunjung kembali berkumpul melepaskan rindu dengan penuh rasa haru. Minal Aidin Walfaizin demikian kalimat yang penuh harapan dan doa diucapkan kepada orang tua, sanak saudara, handai taulan, dan tetangga pada hari raya ini.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ucapan tersebut?

Menurut ahli tafsir Prof. Dr. Quraish Shihab, baik Al-Quran maupun hadits, tidak ada yang menjelaskan tentang kalimat Minal Aidin Walfaizin tersebut. Namun, pengertian menurut bahasa asalnya (Arab) Minal Aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali”. Kembali seperti apa yang dimaksudkan? Tentunya semua berharap kita semua kembali kepada fitrah kita sebagai manusia, yakni “Makhluk Allah” dengan asal kejadian kita “Kesucian” atau pengharapan kepada “Jalan Agama yang lurus”.

Setelah mengasah dan mengasuh jiwa selama satu bulan penuh pada bulan ramadhan, ummat ini dengan penuh pengharapan dapat kembali kepada asal penciptaannya dan menemukan hakikat diri yaitu kembali pada kesucian sebagaimana ketika manusia baru dilahirkan. Pada hari yang fitri, ummat Islam selayaknya dapat kembali menjalankan kesempurnaan ibadah dan siap memulai kembali kehidupan dan tuntunan Allah SWT.
 
Berikutnya, kata Wal-Faizin berasal dari kata FAWZ yang berarti “Keberuntungan”.
Seperti apa keberuntungan yang kita dapatkan?

Bila ditelusuri pada surat-surat Al-Quran yang berhubungan dengan konteks dan makna ayat-ayat yang menggunakan kata FAWZ dinyatakan bahwa Fawz mengandung makna pengampunan dan keridhoan Allah serta kebahagiaan di akhirat. Dengan demikian, Wal Faizin adalah suatu pengharapan dan do`a yaitu semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridho Allah SWT sehingga kita mendapatkan kenikmatan surga-Nya di akhirat kelak.

Syarat agar kita memperoleh anugerah tersebut ditegaskan dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 22 dengan asbabunnuzulnya yaitu berkaitan dengan gossip yang menimpa putri Abu Bakar Syiddiq ra yang juga adalah istri Rasulullah SAW. Aisyah ra, bahwa ada salah seorang yang menyebarluaskan gossip dan fitnah terhadap Aisyah sehingga ini membuat Abu Bakar sangat marah dan ia bersumpah untuk tidak memaafkan dan tidak akan memberikan bantuan apapun kepada orang tersebut. Allah SWT. memberikan petunjuk dalam ayat tersebut “Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada apakah kamu tidak ingin Allah mengampuni? Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang”. (Q.S. An-Nur : 22).

Fenomena maaf-maafan pada saat hari raya ini sudah menjadi budaya dan mengakar pada tradisi masyarakat kita, ritual saling bersalaman dan berkunjung setelah melaksanakan shalat ‘ied adalah acara yang menjadi bagian penting pada saat hari raya fitri dan ini menjadikan suasana hari itu semakin bergelora dan mengharu biru. Seorang sahabat yang mendatangi sahabatnya di lain tempat, masyarakat desa yang berkeliling kampung untuk bersilaturahim kepada tetangga-tetangga dekat menjadi contoh nyata ritual yang entah sejak kapan ini berkembang dan seakan memperoleh legitimasi di masyarakat kita. Namun, ritual saling memaafkan ini menjadi sesuatu yang tak bernilai positif apabila ini tidak terlahir dari hati nurani dan gejolak jiwa yang memang menghendaki untuk saling tulus dan ikhlas memberikan maaf kepada siapa saja yang menjadi bagian dari hidup dan telah memberikan warna pada hari-hari kita sebelumnya.

Acara silaturahim yang menjadi kebangaan tradisi kita ini jangan sampai hanya sekedar ritualitas dan menjadi polesan sikap saja ketika hari raya yang akhirnya hanya memberikan kesan basa-basi, sehingga setelah itu tidak ada bekas apapun selain berucap “maaf lahir batin” yang meluncur lesu tanpa semangat untuk kembali bersatu dan membangun hubungan yang harmonis. Karenanya, pada hari kemenangan ini mari kita saling lapang dada mengulurkan tangan untuk saling membukakan pintu maaf dan semoga kita dapat kembali pada hakikat diri yang fitrah dengan mendapatkan ampunan dan ridha Allah SWT. sehingga kita dapat menikmati kehidupan akhirat meraih syurga, Amin.

PD PII Kab. Serang

Ali Syahbana
PD PII Kota Cilegon

Sofiullah Solehudin A.
PD PII Kab. Lebak

Suhaemi
PD PII Pandeglang

Azis Faudzul Adzim
PD PII Kota Serang

-------

 
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free