WELCOME TO INDONESIAN MOSLEM STUDENT REGIONAL OF BANTEN
 

Perubahan oleh “Kepala Ikan”

Oleh : Ahmad Fauzi Chan

Semarak hari raya fitri membuka kran aktitas baru kearah perbaikan diri, ini harus nampak dan sejalan pada perubahan prilaku dan situasi kedepah. Sebab, dengan slogan kesucian-nya kita akan memulai kembali hitungan dari angka nol atau kembali menulis dengan kertas kosong yang menjadi titik pacu awal kita untuk mulai menghitung dan menorehkan warna. Semarak yang sama ini pun dirasakan oleh Propinsi Banten yang pada bulan ini merayakan ulang tahunnya yang ke - 7, persoalan akan terus tampak menumpuk untuk diselesaikan tentunya dengan semangat baru segala bentuk kemajuan pun menanti untuk diraih.
 

Semangat kemajuan Globalisasi selayaknya diwarnai oleh perubahan tingkah laku dan kemajuan kualitas hidup manusia, namun yang terjadi bentuk-bentuk peradaban lama menjadi terpinggirkan dan terkesan tak bernilai. Banten pada tahun 80-an ketika menjelang maghrib suasana hening malam terdengar semarak dengan dilantunkannya kalam-kalam illahi yang menjadikan suasana semakin hangat menyelimuti. Surau-surau, pondok-pondok pesantren menjadi tempat berkumpul yang menyenangkan bagi anak-anak dan pemuda yang penuh semangat dalam mempelajari agama. Sekarang bisa kita lihat kondisi yang ada, surau-surau (Mushala) telah menjadi bangunan sakral yang jarang terjamah oleh manusia, tapi keramaian disana berpindah pada Mall-Mall, alun-alun dan tempat-tempat lainnya yang menawarkan hiburan dan keceriaan.

 

Anak SD sudah tahu bagaimana caranya mendownload pada situs-situs internet, bagaimana cari gambar, lagu, video dan lainnya, tetapi jangan coba menguji mereka tentang hafalan Al-Quran atau sekedar mencari nama surat-surat pada Al-Quran, hal itu menjadi hal yang sangat sulit bagi mereka. Guru-guru ngaji mulai mengeluh akan santrinya yang tidak fokus dalam belajar mengaji, bahkan semakin hari anak-anak kelompok peminat Al-Quran semakin sepi dan mereka berpindah fokus pada tontonan si-Entong atau juga film-film kartun di layar kaca. Sehingga tepat bila disimpulkan bahwa “Kemajuan peradaban teknologi modern telah menciptakan kemunduran semangat spiritualitas pada diri manusia”.

 

Semangat pembangunan oleh penguasa belum juga menunjukkan kemajuan kualitas manusia bahkan nilai-nilai kemanusiaan dianggap sesuatu yang menghalangi perkembangan dan kemajuan pembangunan. Akibatnya kemajuan teknologi semakin disalahgunakan, sehingga yang berlangsung adalah upaya-upaya merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Contoh kasus, tayangan-tayangan media TV yang saat ini marak membanjiri rumah-rumah kita.

Apa yang dilihat dan dipertontonkan oleh generasi kita?

 

Anak SLTP di Banten saat ini lebih bersahabat dengan rok yang kalau dipakai seperti belum jadi, sebab ukurannya pun sangat mini sekali dan tidak mampu menutupi lutut bahkan sebenarnya lebih cocok dipakai oleh adik-adiknya yang belum sekolah. Kampanye gaya hidup brutal, hedonis (mewah) dan tampil seronok yang diperlihatkan oleh bintang-bintang remaja telah menjadi contoh teladan bagi generasi Banten saat ini, dibandingkan kisah perjuangan KH. Wasid atau Ki Amuk dalam mengusir penjajah dari tanah Banten, atau kisah drama pengorbanan Saija dan Adinda di lebak.

 

Hal ini menjadi subur dan berkembang karena mendapat dukungan dan legitimasi oleh para penguasa sehingga penghancuran nilai-nilai kemanusiaan ini semakin mendapat tempat ditengah-tengah masyarakat bahkan semakin parahnya lagi gaya hidup inilah dipertontonkan pula oleh para penguasa dan keluarganya. Sebenarnya kita telah punya lembaga Negara yang berkekuatan hukum dalam mengontrol materi-materi pada tayangan media, namun ternyata kiprahnya belum juga menunjukkan keberpihakannya kepada perbaikan generasi sehingga tayangan yang merusak di media masih belum dapat terbendung dan masih bebas .

 

Pepatah Arab mengatakan “Kematian seekor ikan bermula dari kepalanya” pepatah ini mengandung pengertian yang sama denga pepatah latin yang terkenal “Corruption Optimi Pessima” (Korupsi dari pihak yang tertinggi adalah yang terburuk). Banyak orang percaya bahwa peristiwa perusakan “Elan Hidup” sebagai akibat krisisnya peradaban modern dalam abad ini, yang dimulai di barat kemudian berimbas ke kawasan timur, diakibatkan penyelewengan substansi terhadap definisi kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

 

Dosa “kepala ikan” tersebut diatas telah demikian merusak, bila dibuat dalam suatu laporan maka akan banyak memerlukan kertas disebabkan terlalu banyak dan panjang. Penguasa saat ini semakin mempertontonkan keangkuhan dan Egoisme yang sulit ditembus oleh kritikan, ketika ada rakyat yang menjerit dan bersuara dianggap sebagai lawan tanding yang perlu ditumpas. Pertunjukan gaya hidup brutal ini oleh penguasa dan keluarganya telah menjadi gejolak kemunduran nilai-nilai kemanusiaan yang berimbas pada perilaku masyarakat.

 

Masalah ini, menurut Burger Lukmann, budaya dunia awalnya dipersatukan oleh “Universa Simbolica” yakni mitologi, agama, ideologi dan sains. Namun, saat ini symbol universal yang menaungi modernisasi yakni ideologi sekularistik dan kapitalistik yang berlandaskan pada kepentingan pribadi dan keuntungan materi semakin membawa manusia pada arus kemunduran dan rapuhnya nilai-nilai kemanusiaan. Karenanya, untuk menahan kerusakan budaya yang lebih parah, menurut Ust. Abu Bakar Ba’asyir, harus mengubah haluan dunia kepada Islam sebagai “Universa Simbolica” terakhir yang memainkan fungsi perekat dan perbaikan system hidup dan perbaikan ini harus dimulai dari kepala ikan untuk meluruskan ajaran-ajaran spiritual dan intelektual yang menyimpang.

 

Dalam semangatnya yang ke-7, Banten harus siap memantapkan diri untuk mengambil haluan mana sebagai symbol pembangunannya. Banten dengan syari’at Islam kah? Dengan mengembangkan budaya santri sebagai identitas daerah, atau Banten dengan Modernisme? Yang lebih asyik dengan segala bentuk penampilan setengah telanjang. Namun apapun keputusannya, Banten adalah embrio sehat yang siap tumbuh dan bersaing dengan kota-kota maju lainnya di Indonesia. Namun, Penguasa Banten sebagai pemegang kunci pembangunan memiliki peranan dan posisi strategis haruslah proaktif dan bersemangat dalam membangun tatanan hidup masyarakat kembali menjadi baik, dan dengan struktur kekuasaan yang berniat baik pula kita akan dapat mengambil alih kembali nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini telah tergantikan oleh hitung-hitungan untung rugi.

 

Namun, semua proses perubahan yang terjadi di manapun juga akan sangat membutuhkan semangat dan partisipasi masyarakat terutama semangat “Generasi Muda” sebagai pioneer masa depan yang dengan kekuatannya harus siap menggedor “kepala ikan”.

PD PII Kab. Serang

Ali Syahbana
PD PII Kota Cilegon

Sofiullah Solehudin A.
PD PII Kab. Lebak

Suhaemi
PD PII Pandeglang

Azis Faudzul Adzim
PD PII Kota Serang

-------

 
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free